Senin, 21 Februari 2011

Dongeng Timun Emas dan LuSi
(Kisah kolam lumpur di Jawa Timur, dalang Ki Jogelem)
Pada Jaman dahulu ada seorang yang bernama Mbok Siring eh mBok Sirni namanya (tapi kejadiannya di Desa Siring), dia seorang janda yang menginginkan seorang anak agar dapat membantunya bekerja.
[Lah rak yo aneh ta .. wong janda kok pingin punya anak .... Nah ini dia !]
Suatu hari mBok Siring eh mBok Sirni didatangi oleh raksasa yang ingin memberi seorang anak. Trus gimana caranya, mbok Sirni kan manusia biasa bukan species raksasa, jadi ndak mungkin lah. Tapi namanya Buto Ijo kan juga sakti, wong dia punya laboratorium bioteknologi yg huebatt, bukan sekedar raksasa dengan bolo kurowo atau gedibal saja.
Pak Buto Ijo menyanggupi keinginanmBok Sirni. Namun Pak Buto Ijo memberi syarat apabila anak itu berusia empat tahun harus diserahkan ke Buto itu untukdisantap dijadiin istri.
[wedian kiyi .... mosok anak kecil mau disantap dijadiin istri, Lah wong Buto Ijo ini kan Seorang Raksasa (eh raksasa apa orang nih), kan bebas ta, Buto itu ga tau aturan apalagi etika, blaik tenan.]
Setelah dipikar-pikir akhirnya Mbok Sirni-pun setuju. Raksasa ini kemudian memberinya biji mentimun agar ditanam dan dirawat setelah dua minggu diantara buah ketimun yang ditanamnya nanti akan ada satu yang paling besar dan berkilau seperti emas.
Wah dengan gembira mBok Sirni menyanyi menanam jagung .. eh menanam mentimun ga da lagunya ya. Mbok Sirni ini akhirnya menanam biji-biji ini. kan daerah mbok Sirni ini tanahnya subur banget, iyakan ? Psst daerah desa Siring ini kan sawahnya subur juga kan ?
timunemas1.gifAkhirnya setelah ditanam dan dirawat … bener deh … kehebatan ilmu bioteknologi Pak Buto ijo ini …! Setelah dua minggu ada satu timun berwarna emas yang guede banget!. Kemudian Mbok Sirni membelah buah itu dengan hati-hati. Ternyata isinya seorang bayi cantik yang diberi nama si Timun Emas.
Timun emas ini lahir sebagai gadis. [hebat juga ilmu biotek si Buto ijo ini ya, bisa kloning dengan menentukan jenis kelamin juga ya]. Semakin hari Timun Emas tumbuh menjadi gadis kecil cantik jelita.
Suatu hari datanglah raksasa untuk menagih janji Mbok sirni amat takut kehilangan timun emas, dia mengulur -ulur janji agar raksasa datang 2 tahun lagi. Tapi gimana cara ngomongnya ya.
“To to … Buto Ijo … Udah deh nanti aja kalau dua tahun lagi kan sudah makin gede, makin enak rasanya karena semakin dewasa, semakin gurih kang Buto dan enak untuk disantap“, Kata mBok Siring eh mBok Sirni.
Hue hehehehe … bener juga katamu mbok Sirni .. aku tunggu !“, dan Buto Ijo pun setuju dan pergi lagi.
Batin mBok Sirni ” Dasar Buto gendheng nan rakus di iming-iming yg enak-enak pasti mau kan“.
Mbok Sirni-pun semakin senang pada Timun Emas. Diapun sayang pada Timun Emas karena rajin membantu. Tetapi setiap kali ia teringat akan janjinya Mbok Sirni hatinya menjadi cemas dan sedih lah wong anak satu-satunya je.
timunemas2.gifSuatu malam mBok Sirni bermimpi, wah ini bukan sekedar mimpi ini pituduh, ini petunjuk agar anaknya selamat. Dalam mimpi dia diberitahu harus menemui petapa di Gunung Gundul, sepertinya yg dimaksud ini sebuah gunung yang hanya terdiri dari batu … atau watu … “ah Watukosek kali mBok“, kata Timun Emas.
Paginya si Mbok ini langsung berangkat. Di Gunung Gundul (Watukosek)  ia bertemu dengan seorang petapa yang memberinya 4 buah bungkusan kecil, yaitu biji mentimun, jarum, garam,dan terasi sebagai penangkal kalau dikejar sama Buto Ijo. Sesampainya dirumah diberikannya 4 bungkusan tadi kepada timun emas, dan diberitahu kalau dikejar Buto Ijo aji-aji ini harus disebarkan.
Setelah dua tahun ditunggu-tunggu si Buto Ijo datang lagi untuk menagih janji. Blaik ! mBok Sirni kaget bukan kepalang. Raksasa Ijo jelek lagi … tiba-tiba muncul. Masak kayak begini jadi istri si Timun Emas, batinnya. “Mestinya burung pipit ya dapet burung pipit, burung merpati jodonya burung merpati … lah ini kakak tua ikut-ikutan mengejar burung parkit !” (ini Buto Ijo emang mau ngikuti jejak Dato K menyunting Siti Nurhaliza, … upst!)
Si Timun emaspun disuruh lari lewat pintu belakang. Raksasapun mengejarnya, wueladalah … huayu tenan jebule. Dikejarlah si Timun Emas.
Setelah berlari jauh Timun Emas kecapaian. Si Timun Emaspun teringat akan bungkusannya, maka ditebarnya biji mentimun. sungguh ajaib, hutan menjadi ladang mentimun yang lebat buahnya. Si Buto Ijo kesenengan memakannya tapi buah timun itu malah menambah tenaga Buto Ijo. … Lah wong mentimun ini menjadikan dia banyak gas diperutnya malah membuahkan lapangan gas Wunut eh Kentut. Jelas menambah tenaga dan kekuatan, kan.
Lalu timun emas menaburkan jarum, dalam sekejap tumbuhlan pohon-pohon bambu yang sangat tinggi dan tajam. Haiyak kalau cuman pohon kecil begini pakai buldozer juga lewaat …. Dengan buldozer ini lah Buto Ijo terus mengejar. Si Timun Emas-pun membuka bingkisan ketiga yg berisi garam dan ditaburkannya. Seketika hutanpun menjadi lautan luas. Dengan kesakitan dan kesaktiannya raksasa dapat melewati. Batin si Buto Ijo, “ whalah wong cumangas kick dan over pressure gini mah keciil ..“.
timunemas3.gifYang terakhir Timun Emas akhirnya menaburkan terasi … lah ini kan terasi Sidoarjo dibelinya aja di deket pabriknya, belinya di toko sekitar Jalan Mojopahit Sidoarjo. Itu tuh, yang baunya amis banget itu ! Seketika si Buto Ijo ‘gebres-gebres’ … blaik ini bau ga karu-karuan.
Tapi Buto Ijo ini dasarnya emang buto gendheng, malah tertawa ngakak … “Hua hahahah ha ha, Mosok lawan Buto kok pakai terasi …!” Terus kakinya gedrug-gedrug sambil meloncat-loncat …. timbullah gempa! … tapi apa yg terjadi kemudian …. muncratlah lumpur dari tanah sekelilingnya …. ..terbentuklah danau lumpur yang mendidih, akhirnya si Buto mati tenggelam.
dicritakan kembali dan sumber gambar dari e-smartschool oleh ki Jogelem
Lantas, apa hubunganya ini semua dengan semburan LUSI ?! menurut Dwiyanto kawan di IAGI :
  • LUSI adalah juga telaga lumpur dan diakhir cerita, sang Buto Ijo juga meninggal tenggelam dalam telaga lumpur,
  • Juga kekasih hatinya Timun emas (Dewi Sekartaji) adalah Panji Asmara Bangun dan sumur lapindo namanya Banjar Panji-1 (ada nyrempet-nyrempet Panji-nya),
  • Juga cerita Timun Emas ini terjadi di jaman kerajaan Jenggala, yang juga menurut sejarah, katanya Pusat Kerajaan Jenggala itu ada disekitar Sumur Banjar Panji-1

Cerita Rakyat dari Kalimantan Timur: Asal Usul Danau Lipan

Danau Lipan adalah sebuah tempat di Kalimantan Timur. Tepatnya di Kecamatan Muara Kaman, yang letaknya di hulu Tenggarong, Kabupaten Kutai Kertanegara. Sebutan “danau” di depan nama Lipan bukanlah mengandung arti danau yang sebenarnya. Karena tempat itu merupakan daerah yang ditumbuhi pang semak yang luas.
Konon, di suatu waktu, Muara Kaman merupakan lautan. Di sana berdirilah sebuah kerajaan dengan Bandar di tepi laut yang ramai. Tersebutlah seorang puteri cantik bernama Puteri Aji Berdarah Putih. Kata yang empunya cerita, disebut demikian karena jika sang Puteri memakan sirih, maka air sepah berwarna merah yang ditelannya akan terlihat saat mengalir. Kecantikan itu tersebar ke seantero negeri dan kerajaan di luarnya.
Alkisah, ketenaran sang Puteri sampai juga ke telinga seorang Raja Cina dari negeri seberang. Maka sang Raja Cina segera membaw abala tentara mengarungi lautan dengan sebuah jung besar untuk melamar Puteri Aji Berdarah Putih.
Kehadiran sang Raja Cina disambut dengan meriah. Puteri nan jelita menyambut sang tamu dengan pesta makan yang meriah. Tarian-tarian dan nyanyian disajikan juga untuk menambah meriahnya pesta. Alangkah gembiranya sang Raja menerima sambutan yang demikian meriah itu. Sang Puteri jelita memang tahu bahwa kehadiran Raja Cina itu tak lain adalah untuk mempersuntingnya. Akan tetapi begitu melihat gerak-gerik dan cara melahap makanan, Sang Puteri sontak menjadi jijik tak terkira. Alangkah tidak lazimnya cara makan Raja Cina itu yang tidak bedanya dengan cara anjing menyantap makanan.
Bukan saja saja sang Puteri merasakan jijik, bahkan ketika lamaran diajukan, sang Puteri juga merasa terhina. Tentu saja tidak sepantasnya raja terhormat punya tabiat seperti b inatang. Lamaran itu bagaikan tamparan bagi sang Puteri.
Namun, penolakan disertai murka itu juga ditanggapi amarah pula oleh Raja Cina. Ia sakit hati. Darah mengalir ke ubun-ubun saat menghadapi rasa malu yang luar biasa itu. Tangannya menggenggam seolah ingin dihantamkan pada apa saja yang ada di hadapannya.
Sepulang dari sana, ia memerintahkan panglima perangnya untuk menyerang kerajaan Puteri Aji Berdarah Putih. Pertempuran pun tak dapat dielakkan. Beribu-ribu prajurit Raja Cina merangsek bagaikan gelombang laut yang ganas.
Menghadapi serangan itu, prajurit sang Puteri jelita tak mau kalah. Gempuran dahsyat itu ditandinginya dengan kegagahberanian yang luar biasa. Makin lama sang Puteri cemas melihat gelombang serangan prajurit Raja Cina yang tak bisa ditandingi tentara perangnya yang jumlahnya jauh lebih sedikit. Puteri takut tak lama lagi tentaranya akan tumpas.
Maka, sebagai titisan raja sakti ia pun mulai bangkit di saat tindasan makin berat. Ia mengambil kinang dari wadahnya. Kemudian ia mengunyah sirih sambil mengucapkan mantera-mantera sakti. Mulutnya berkomat-kamit dan matanya yang indah terpejam. Tak lama kemudian sang Puteri menyemburkan sepah-sepah sirih ke segala penjuru arah.
Ajaib! Sepah-sepah itu tiba-tiba menjelma jutaan lipan ganas yang menyerang barisan besar prajurit Raja Cina. Lipan-lipan itu kini menjadi barisan tentara yang mengambil alih barisan para tentara Puteri Aji yang mulai terdesak. Dalam waktu sekejap tentanra Raja Cina lumpuh oleh keganasan lipan-lipan itu. Sebagian yang tersisa lari tunggang langgang meninggalkan daerah itu. Namun serang lipan-lipan itu memburu hingga sampai ke laut, tempat prajurit menyelamatkan diri di jungnya. Perahu mereka pun tenggelam. Seluruh laskar Raja Cina tumpas.
Tempat yang menenggelamkan jung Raja Cina itu menjadi padang luas yang menyatu dengan laut. Syahdan, tempat itu hingga kini disebut Danau Lipan


La Dana dan Kerbaunya

La Dana adalah seorang anak petani dari Toraja. Ia sangat terkenal akan kecerdikannya. Kadangkala kecerdikan itu ia gunakan untuk memperdaya orang. Sehingga kecerdikan itu menjadi kelicikan.

Pada suatu hari ia bersama temannya diundang untuk menghadiri pesta kematian. Sudah menjadi kebiasaan di tanah toraja bahwa setiap tamu akan mendapat daging kerbau. La Dana diberi bagian kaki belakang dari kerbau. Sedangkan kawannya menerima hampir seluruh bagian kerbau itu kecuali bagian kaki belakang.

Lalu La Dana mengusulkan pada temannya untuk menggabungkan daging-daging bagian itu dan menukarkannya dengan seekor kerbau hidup. Alasannya adalah mereka dapat memelihara hewan itu sampai gemuk sebelum disembelih. Mereka beruntung karena usulan tersebut diterima oleh tuan rumah.

Seminggu setelah itu La Dana mulai tidak sabar menunggu agar kerbaunya gemuk. Pada suatu hari ia mendatangi rumah temannya, dimana kerbau itu berada, dan berkata "Mari kita potong hewan ini, saya sudah ingin makan dagingnya." Temannya menjawab, "Tunggulah sampai hewan itu agak gemuk." Lalu La Dana mengusulkan, "Sebaiknya kita potong saja bagian saya, dan kamu bisa memelihara hewan itu selanjutnya." Kawannya berpikir, kalau kaki belakang kerbau itu dipotong maka ia akan mati. Lalu kawannya membujuk La Dana agar ia mengurungkan niatnya. Ia menjanjikan La Dana untuk memberinya kaki depan dari kerbau itu.

Seminggu setelah itu La Dana datang lagi dan kembali meminta agar bagiannya dipotong. Sekali lagi kawannya membujuk. Ia dijanjikan bagian badan kerbau itu asal La Dana mau menunda maksudnya. Baru beberapa hari berselang La Dana sudah kembali kerumah temannya. Ia kembali meminta agar hewan itu dipotong.

Kali ini kawannya sudah tidak sabar, dengan marah ia pun berkata, "Kenapa kamu tidak ambil saja kerbau ini sekalian! Dan jangan datang lagi untuk mengganggu saya." La dana pun pulang dengan gembiranya sambil membawa seekor kerbau gemuk.

Rambut sama hitam, hati lain-lain,” (Sungguhpun manusia mempunyai persamaan pada zahirnya, namun sifat, kelakuan, perasaan dan hati masing-masing adalah berbeda). Makna peribahasa ini tergambar dalam sebuah cerita rakyat di daerah Sambas, Kalimantan Barat, Indonesia. Cerita ini mengisahkan tentang dua orang bersaudara yaitu Muzakir dan Dermawan. Keduanya adalah putra dari seorang saudagar kaya di daerah itu. Setelah orang tuanya meninggal, keduanya mendapat harta warisan yang sama banyaknya. Namun, kedua orang bersaudara ini memiliki sifat, kelakuan, perasaan dan hati yang berbeda. Muzakir memiliki sifat yang sangat kikir. Ia enggan untuk mengeluarkan uang atau hartanya untuk kepentingan apapun. Sebaliknya, Dermawan, sesuai dengan namanya, memiliki sifat yang sangat dermawan. Ia suka mengeluarkan uang atau hartanya untuk kepentingan yang bermanfaat baik untuk dirinya sendiri, keluarga maupun orang lain. Suatu ketika, si Dermawan jatuh miskin, karena sebagian besar hartanya disumbangkan kepada orang-orang miskin. Muzakir yang mendengar kabar itu tertawa terpingkal-pingkal, karena dikiranya saudaranya itu orang bodoh.

Berselang beberapa waktu, Muzakir mendengar kabar lagi tentang Dermawan, bahwa saudaranya itu sudah tidak miskin lagi. Ia tiba-tiba menjadi kaya-raya, rumahnya sangat besar dan kebunnya sangat luas. Hal ini membuat Muzakir penasaran untuk mengetahui rahasia keberhasilan saudaranya yang tiba-tiba kaya mendadak. Pembaca yang budiman, penasaran juga kan…? Bagaimana cara Dermawan bisa kaya mendadak? Mau tahu jawabannya? Ikuti kisahnya dalam cerita Semangka Ema berikut ini.
* * *

Alkisah, pada zaman dahulu kala, di Sambas, Kalimantan Barat, hiduplah seorang saudagar yang kaya-raya. Saudagar tersebut mempunyai dua orang anak laki-laki. Anaknya yang sulung bernama Muzakir, dan yang bungsu bernama Dermawan. Namun, keduanya memiliki sifat dan tingkah laku yang sangat berbeda. Muzakir sangat loba dan kikir. Setiap hari kerjanya hanya mengumpulkan uang. Ia tidak pernah memberikan sedekah kepada fakir miskin. Sebaliknya, Derwaman sangat peduli dan selalu bersedekah kepada fakir miskin. Ia tidak rakus dengan harta dan uang.

Sebelum meninggal dunia, saudagar tersebut membagi hartanya sama rata kepada kedua anaknya. Ia bermaksud agar anak-anaknya tidak berbantahan dan saling iri, terutama bila ia telah meninggal kelak. Setelah harta tersebut dibagi, Muzakir dan Dermawan tinggal terpisah di rumahnya masing-masing. Muzakir tinggal di rumahnya yang mewah, demikian pula Dermawan.

Uang bagian Muzakir dimasukkan ke dalam peti, lalu ia kunci. Bila ada orang miskin datang ke rumahnya, ia bukannya memberinya sedekah, melainkan tertawa mengejeknya. Bahkan ia tidak segan-segan mengusirnya jika orang miskin itu tidak mau pergi dari rumahnya. Suatu hari, seorang perempuan tua dengan pakaian compang-camping berjalan terseok-seok datang menuju rumah Muzakir. Di depan rumah Muzakir, nenek tua itu memohon belas kasihan, “Tuan, kasihanilah nenek. Berilah nenek sedekah!” Mendengar suara nenek itu, Muzakir keluar dari dalam rumahnya dan menertawakan perempuan tua itu, “Ha ha ha…. Hai nenek jelek, pergi kau dari sini! Aku muak melihat wajahmu yang keriput itu!” Meskipun dibentak, nenek tua itu tidak mau beranjak. Ia pun terus mengiba kepada Muzakir, “Tapi tuan, nenek sudah dua hari tidak makan, kasihanilah nenek.” Melihat nenek itu tidak mau pergi, Muzakir menyuruh orang gajiannya untuk mengusirnya. Akhirnya, perempuan tua yang malang itu pun pergi tanpa mendapat apa-apa, kecuali penghinaan.

Orang-orang miskin yang sudah mengetahui sifat Muzakir yang kikir itu, termasuk si nenek tua tadi, tidak mau lagi ke rumah Muzakir. Mereka kemudian berduyun-duyun ke rumah Dermawan. Berbeda dengan sifat Muzakir, Dermawan selalu menyambut orang-orang miskin tersebut dengan senang hati dan ramah. Mereka dijamunya makan dan diberinya uang karena ia merasa iba melihat mereka hidup miskin dan melarat. Hampir setiap hari orang-orang miskin datang ke rumahnya. Lama-kelamaan harta dan uang Dermawan habis, sehingga ia tidak sanggup lagi menutupi biaya pemeliharaan rumahnya yang besar. Akhirnya, ia pindah ke rumah yang lebih kecil, dan mencari pekerjaan untuk membiayai hidupnya. Gajinya tidak seberapa, sekedar cukup makan saja. Meskipun demikian, ia tetap bersyukur dengan keadaan hidupnya.

Muzakir tertawa terbahak-bahak mendengar berita Dermawan yang dianggapnya bodoh itu. “Itulah akibatnya selalu melayani orang-orang miskin. Pasti kamu juga ikut miskin, dasar memang tolol si Dermawan itu,” gumam si Muzakir. Bahkan, Muzakir merasa bangga sekali karena bisa membeli rumah yang lebih bagus dan kebun kelapa yang luas. Tetapi Dermawan tidak menghiraukan tingkah laku abangnya itu.

Suatu hari Dermawan duduk-duduk melepaskan lelah di pekarangan rumahnya. Tiba-tiba jatuhlah seekor burung pipit di hadapannya. Burung itu mencicit-cicit kesakitan, "Kasihan," kata Dermawan. "Sayapmu patah, ya?" lanjut Dermawan berbicara dengan burung pipit itu. Ditangkapnya burung tersebut, lalu diperiksanya sayapnya. Benar saja, sayap burung itu patah. "Biar kucoba mengobatimu," katanya. Setelah diobatinya lalu sayap burung itu dibalutnya perlahan-lahan. Kemudian diambilnya beras. Burung pipit itu diberinya makan. Burung itu pun menjadi jinak dan tidak takut kepadanya. Beberapa hari kemudian, burung itu telah dapat mengibas-ngibaskan sayapnya, dan akhirnya ia pun terbang.

Keesokan harinya burung pipit itu kembali mengunjungi Dermawan. Di paruhnya ada sebutir biji, lalu diletakkannya di depan Dermawan. Dermawan tersenyum melihatnya. Biji itu biji biasa saja. Meskipun hanya biji biasa, senang juga hatinya menerima pemberian burung itu. Biji itu ditanamnya di belakang rumahnya.

Tiga hari kemudian tumbuhlah biji itu. Ternyata, yang tumbuh adalah pohon semangka. Tumbuhan itu dipeliharanya baik-baik sehingga tumbuh dengan subur. Pada mulanya Dermawan menyangka akan banyak buahnya, karena banyak sekali bunganya. “Kalau bunganya ini semuanya menjadi buah, saya pasti kenyang makan semangka dan sebagiannya bisa saya sedekahkan kepada fakir miskin,” kata Dermawan dalam hati berharap. Tetapi aneh, setelah beberapa minggu semangka itu ia pelihara dengan baik, namun di antara bunganya yang banyak itu hanya satu yang menjadi buah. Meskipun hanya satu, semangka itu semakin hari semakin besar, jauh lebih besar dari semangka umumnya. Dermawan tergiur melihat semangka besar itu. “Kelihatannya sedap sekali semangka ini. Mmm….harum sekali baunya,” ucap Dermawan setelah mencium semangka itu.

Beberapa hari kemudian, tibalah saatnya semangka itu dipanen. Dermawan memetik buah semangka itu. “Wah…, bukan main beratnya semangka ini,” gumam Dermawan sambil terengah-engah mengangkat semangka itu. Kemudian ia membawa semangka itu masuk ke dalam rumahnya, dan diletakkannya di atas meja. Lalu dibelahnya dengan pisau. Setelah semangka terbelah, betapa terkejutnya Dermawan. “Wow, benda apa pula ini?” tanya Dermawan penasaran. Ia melihat semangka itu berisi pasir kuning yang bertumpuk di atas meja. Disangkanya hanya pasir biasa. Setelah diperhatikannya dengan sungguh-sungguh, ternyata pasir itu adalah emas urai murni. Dermawan pun menari-nari karena girangnya. Ia tidak sadar kalau dari luar rumahnya ada seekor burung memperhatikan tingkahnya. Setelah burung itu mencicit, baru ia tersadar. Ternyata, burung itu adalah burung pipit yang pernah ditolongnya. "Terima kasih! Terima kasih!" seru Dermawan dengan senangnya. Burung itu pun kemudian terbang tanpa kembali lagi.

Keesokan harinya, Dermawan membeli rumah yang bagus dengan pekarangan yang luas sekali. Semua orang miskin yang datang ke rumahnya diberinya makan. Meskipun setiap hari dan setiap saat orang-orang miskin tersebut datang ke rumahnya, Dermawan tidak akan jatuh miskin seperti dahulu. Uangnya amat banyak dan hasil kebunnya melimpah-ruah. Tersiarlah kabar di seluruh kampung bahwa Dermawan sudah tidak miskin lagi.

Suatu hari, berita keberhasilan Dermawan terdengar oleh abangnya, Muzakir. Rupanya hal ini membuat Muzakir iri hati. Ia pun ingin mengetahui rahasia keberhasilan adiknya, lalu ia pergi ke rumah Dermawan. Di sana Dermawan menceritakan secara jujur kepada Muzakir tentang kisahnya.

Mengetahui hal tersebut, Muzakir langsung memerintahkan orang-orang gajiannya mencari burung yang patah kakinya atau patah sayapnya di mana-mana. Namun sampai satu minggu lamanya, tak seekor burung pun yang mereka temukan dengan ciri-ciri demikian. Muzakir sungguh marah dan tidak dapat tidur. Ia gelisah memikirkan bagaimana caranya mendapatkan burung yang patah sayapnya. Keesokan paginya, Muzakir mendapat akal. Diperintahkannya seorang gajiannya untuk menangkap burung dengan apitan (sumpit). Tentu saja sayap burung itu menjadi patah. Muzakir kemudian berpura-pura kasihan melihatnya dan membalut luka pada sayap burung itu. Setelah beberapa hari, burung itu pun sembuh dan dilepaskan terbang. Tak lama, burung itu kembali kepada Muzakir untuk memberikan sebutir biji. Muzakir sungguh gembira. Dalam hatinya, ia selalu berharap agar cepat menjadi kaya, “Ah, sebentar lagi saya akan menjadi kaya-raya dan melebihi kekayaan si Dermawan,” kata Muzakir dalam hati tak mau kalah.

Biji pemberian burung ditanam Muzakir di tempat yang terbaik di kebunnya. Tiga hari kemudian, tumbuh pula pohon semangka yang subur dan berdaun rimbun. Buahnya pun hanya satu, ukurannya lebih besar dari semangka Dermawan. Beberapa bulan kemudian, tibalah waktunya semangka itu dipanen. Dua orang gajian Muzakir dengan susah payah membawanya ke dalam rumah karena beratnya. Muzakir sudah tidak sabar lagi ingin melihat emas urai murni berhamburan dari dalam semangka itu. Ia pun segera mengambil parang. Ia sendiri yang akan membelah semangka itu. Baru saja semangka itu terpotong, menyemburlah dari dalam buah itu lumpur hitam bercampur kotoran ke muka Muzakir. Baunya busuk seperti bangkai. Pakaian Muzakir serta permadani di ruangan itu tidak luput dari siraman lumpur dan kotoran yang seperti bubur itu. Muzakir berlari ke jalan raya sambil muntah-muntah, karena tidak tahan dengan bau lumpur itu. Orang yang melihatnya dan mencium bau yang busuk itu tertawa terbahak-bahak sambil bertepuk tangan dengan riuhnya. Dermawan menjadi sangat malu ditertawakan oleh orang-orang di sekitarnya.
* * *

Dari cerita di atas, dapat dipetik hikmahnya bahwa sekecil apa pun pemberian orang, harus kita terima dengan senang hati. Karena kita mana tahu, kalau benda kecil itu sangatlah berharga. Hal ini tercermin pada sifat Dermawan ketika ia menerima biji kecil dari burung pipit. Ia menerimanya dengan senang hati, dan ia tidak menyangka kalau biji kecil itu akan menjadi emas urai murni.

Hikmah lain yang dapat diambil dari cerita di atas adalah menjadi orang dermawan memang membutuhkan suatu pengorbanan, baik materil maupun moril. Pengorbanan tersebut hanya Allah SWT saja yang dapat menggantinya, itu sangat cepat dan datang dari arah yang tidak pernah kita duga. Hal ini tercermin pada sifat Dermawan yang suka menolong fakir miskin meskipun ia sendiri ikut menjadi miskin. Namun, semua pengorbanan yang telah dilakukan Dermawan tersebut dibalas oleh Allah SWT, yang jumlahnya jauh lebih banyak dari apa yang telah ia dermakan.

Sebaliknya, jika kita menjadi orang yang loba, kikir, tidak mau memberi sedekah kepada orang yang membutuhkan, maka Allah SWT enggan untuk membalasnya dengan kebaikan. Seperti yang dialami oleh Muzakir, karena ia suka menumpuk-numpuk harta dan tidak mau bersedekah kepada fakir miskin, maka Allah membalasnya dengan kehinaan. Ia menjadi terkucilkan dari masyarakat di sekitarnya. Ketika ia berharap mendapat emas, lumpur berbau bangkai yang ia peroleh, dan orang-orang di sekitarnya pun menertawakannya.

Harta datangnya dari Allah SWT Yang Maha Pemberi Rezeki dan Mahakaya. Harta itu dititipkan kepada manusia agar mereka bisa beramal dan bersedekah dengan ikhlas semata-mata karena mengharap keridaan-Nya. Dengan demikian, manusia akan mendapatkan balasan pahala sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat daripada-Nya. Oleh karena itu, marilah memperbanyak sedekah dan membantu orang lain, terutama orang-orang yang tidak seberuntung kita. Senang jadi dermawan, kejutan akan datang tiap saat, hidup menjadi semakin indah dan dunia akan tersenyum melihat kita.
Cerita ini terjadi di masa kini, namun mengambil pesan moral cerita rakyat Bawang Merah-Bawang Putih. Cerita ini mengenai dua gadis cantik siswa SMA yang sama, dan bertetangga, Alya siswa cerdas yang pernah berperan sebagai Bawang Putih dalam operet Bawang Merah Bawang Putih, dan Siska, yang berperan sebagai Bawang Merah dalam operet yang sama. Sukses besar operet itu, membuat nama Bawang Merah dan Bawang Putih menempel pada kedua gadis tersebut dalam lingkungan keseharian mereka di sekolah. Sebagai gadis-gadis remaja, kehidupan mereka di sekolah penuh romantika. Baik Bawang Merah mempunyai kelompok atau geng yang terdiri dari Tia, Lani dan beberapa lainnya, sedangkan yang termasuk dalam geng Bawang Putih, adalah Rita, Eli dan beberapa lainnya.
Siska (Nia Ramadhani) hidup bersama ibunya, Rika (Helsi Herlinda), serta Putri Hitam (Nana Khairina) dan Ratu Jahat (Ully Artha) seorang janda karena perceraian. Suntaya, ayah Siska adalah seorang pegawai negeri yang selalu didorong istrinya untuk bisa membawa keluarga mereka ke tingkat kehidupan mewah, sehingga terpaksa melakukan korupsi, dan akibatnya dia dihukum penjara,serta sebagian hartanya yang bisa ditelusuri polisi, disita. Sejak itu, kehidupan mereka terpuruk. Alya (Revalina S Temat), hidup bersama bahagia dalam kemewahan bersama kedua orang tuanya. Ayahnya, Indra (Dwi Yan), adalah pengusaha sukses yang hampir selalu berkeliling ke mancanegara, sementara Yasmin (Lydia Kandou), ibunya, adalah seorang ibu rumah tangga yang ramah dan baik kepada siapapun. Peran Siska sebagai Bawang Merah dalam operet itu berlanjut ke dalam kehidupan mereka. Si Bawang merah dan Ibunya Rika, diam-diam iri kepada keluarga Bawang Putih. Tapi, Rika, sangat pandai bersandiwara sehingga keluarga baik hati seperti Alya dan kedua orang tuanya itu, tidak menyadari kebencian yang tersembunyi dan semakin membesar dalam hati Siska dan ibunya.
Kebencian Bawang Merah terhadap Bawang Putih bertambah besar, ketika Ferdi (Dimaz Andrean), seorang siswa baru, pindahan dari luar kota, jatuh hati kepada Bawang Putih. Ferdi yang sebetulnya anak orang kaya, tetapi lari dari rumahnya dan memilih hidup sederhana di Jakarta, karena tidak tahan terhadap sikap ayahnya yang sangat diktator. Dengan berbagai cara, Bawang Merah berusaha menjauhkan Ferdi dari Bawang Putih sehingga sering terjadi salah pengertian antara Bawang Putih dengan Ferdi. Sementara itu, Rika menggunakan berbagai cara untuk menghancurkan keluarga Yasmin. Rika begitu lihai bersandiwara sehingga di mata Yasmin, Rika bukan hanya sekedar tetangga, melainkan sudah dia anggap sebagai saudaranya sendiri. Yasmin tidak segan-segan memberikan bantuan apa saja, terutama bantuan ekonomi.
Tetapi, di belakang Yasmin, Rika dengan lihai meracuni Indra dengan hasutan-hasutan sampai akhirnya Indra terpengaruh dan sering cekcok dengan istrinya. Dalam salah satu percekcokan, Yasmin begitu sedihnya dituduh suaminya yang bukan-bukan, padahal dia sama sekali tidak seperti yang dituduhkan, sehingga Yasmin pernah mengatakan, kalau dia terus dituduh tanpa dasar, dia akan bunuh diri. Begitu lihainya Rika, sehingga Indra merasa bahwa Rika lebih baik daripada Yasmin. Akhirnya, Rika mendapat kesempatan untuk memberi racun kepada Yasmin, setelah Indra pergi sehabis bertengkar hebat dengan istrinya. Yasmin pingsan dan akhirnya meninggal di rumah sakit. Sebelum meninggal, Yasmin yang sempat sadar dan memberitahukan anaknya agar berhati-hati terhadap Rika, justru disalahtafsirkan oleh Bawang Putih. Dia mengira, ibunya minta dia menerima Rika dalam kehidupannya. Begitu Yasmin meninggal, kehidupan Bawang Putih berubah seratus delapan puluh derajat. Rika dengan lihai terus meracuni pikiran Indra sehingga akhirnya Rika menikah dengan Indra dan pindah bersama Bawang Merah ke rumah Indra. Sejak saat itu, kehidupan Bawang Putih tertekan dan menderita. Namun penderitaan itu, tidak membuat Bawang Putih berubah menjadi orang yang berhati kotor. Penderitaan yang dia hadapi dengan ikhlas, pasrah, dan tabah, serta tetap berpegang kepada sikap baik, membuat dia diberkati Tuhan dengan hal-hal yang luar biasa. Dia memiliki kepekaan dan sahabat yang tidak terlihat oleh siapapun. Tetapi, tidak ada kejahatan yang abadi. Kebaikan akhirnya menang atas kejahatan. Bawang Putih akhirnya hidup bahagia dan Bawang Merah serta Rika harus menerima akibat dari dosa-dosa serta kejahatan mereka.

[sunting] Pemain

asal usul BAHASA INDONESIA


Siapakah sesungguhnya Bangsa Indonesia? Ada banyak cara/versi untuk menerangkan jawaban atas pertanyaan tadi. Dari semua versi, keseluruhannnya berpendapat sama jika lelulur masyarakat Indonesia yang sekarang ini mendiami Nusantara adalah bangsa pendatang. Penelitian arkeologi dan ilmu genetika memberikan bukti kuat jika leluhur Bangsa Indonesia bermigrasi dari wilayah Asia ke wilayah Asia bagian Selatan. Masyarakat Indonesia mungkin banyak yang tidak menyadari apabila perbedaan warna kulit, suku, ataupun bahasa tidak menutupi fakta suatu bangsa yang memiliki rumpun sama, yaitu rumpun Austronesia. Jika melihat catatan penelitian dan kajian ilmiah tentang asal-usul suatu bangsa, apakah masyarakat Indonesia menyadari jika mereka berasal (keturunan) dari leluhur yang sama (satu rumpun)?

Topik dalam tulisan ini sebelumnya sudah sering dibahas di media cetak maupun elektronik, termasuk juga dituliskan oleh beberapa blogger. Sayang sekali di setiap penulisan tidak memberikan penegasan apapun kecuali hanya sekedar informasi umum. Pada prinsipnya, dengan menelusuri asal-usul suatu bangsa, setidaknya akan diketahui gambaran atas pemikiran, paham, ataupun anggapan tentang sikap suatu bangsa.

Menelusuri asal-usul suatu bangsa tidak sekedar membutuhkan bidang ilmu antropologi, akan tetapi sudah masuk ke dalam ranah ilmu genetika. Pada awalnya, penelurusuran hanya didasarkan pada bukti-bukti arkeologi dan pola penuturan bahasa. Temuan terbaru cukup mengejutkan karena merubah keseluruhan fakta di masa lalu jika selama ini leluhur Bangsa Indonesia bukan berasal dari Yunan.

Teori Awal Tentang Yunan
Teori awal tengan asal-usul Bangsa Indonesia dikemukakan oleh sejarawan kuno sekaligus arkeolog dari Austria, yaitu Robern Barron von Heine Geldern atau lebih dikenal von Heine Geldern (1885-1968). Berdasarkan kajian mendalam atas kebudayaan megalitik di Asia Tenggara dan beberapa wilayah di bagian Pasifik disimpulkan bahwa pada masa lampau telah terjadi perpindahan (migrasi) secara bergelombang dari Asia sebelah Utara menuju Asia bagian Selatan. Mereka ini kemudian mendiami wilayah berupa pulau-pulau yang terbentang dari Madagaskar (Afrika) sampai dengan Pulau Paskah (Chili), Taiwan, dan Selandia Baru yang selanjutnya wilayah tersebut dinamakan wilayah berkebudayaan Austronesia. Teori mengenai kebudayaan Austronesia dan neolitikum inilah yang sangat populer di kalangan antropolog untuk menjelaskan misteri migrasi bangsa-bangsa di masa neolitikum (2000 SM hingga 200 SM).

Teori von Heine Geldern tentang kebudayaan Austronesia mengilhami pemikiran tentang rumpun kebudayaan Yunan (Cina) yang masuk ke Asia bagian Selatan hingga Australia. Salah satunya pula yang melandasi pemikiran apabila leluhur Bangsa Indonesia berasal dari Yunan. Teori ini masih sangat lemah (kurang akurat) karena hanya didasarkan pada bukti-bukti kesamaan secara fisik seperti temuan benda-benda arkeologi ataupun kebudayaan megalitikum. Teori ini juga sangat mudah diperdebatkan setelah ditemukannya catatan-catatan sejarah di Borneo (Kalimantan), Sulawesi bagian Utara, dan Sumatera yang saling bertentangan dengan teori Out of Yunan. Sayangnya, masih banyak pendidikan dasar di Indonesia yang masih mempertahankan prinsip ‘Out of Yunan’.

Teori Linguistik
Teori mengenai asal-usul Bangsa Indonesia kemudian berpijak pada studi ilmu linguistik. Dari keseluruhan bahasa yang dipergunakan suku-suku di Nusantara memiliki rumpun yang sama, yaitu rumun Austronesia. Akar dari keseluruhan cabang bahasa yang digunakan leluhur yang menetap di wilayah Nusantara berasal dari rumpun Austronesia di Formosa atau dikenal dengan rumpun Taiwan. Teori linguistik membuka pemikiran baru tentang sejarah asal-usul Bangsa Indonsia yang disebut pendekatan ‘Out of Taiwan’. Teori ini dikemukakan oleh Harry Truman Simandjuntak yang selanjutnya mendasar teori moderen mengenai asal usul Bangsa Indonesia.

Pada prinsipnya, menurut pendekatan ilmu linguistik, asal-usul suatu bangsa dapat ditelusuri melalui pola penyebaran bahasanya. Pendekatan ilmu linguistik mendukung fakta penyebaran bangsa-bangsa rumpun Austronesia. Istilah Austronesia sendiri sesungguhnya mengacu pada pengertian bahasa penutur. Bukti arkeologi menjelaskan apabila keberadaan bangsa Austronesia di Kepulauan Formosa (Taiwan) sudah ada sejak 6000 tahun yang lalu. Dari kepulauan Formosa ini kemudian bangsa Austronesia menyebar ke Filipina, Indonesia, Madagaskar (Afrika), hingga ke wilayah Pasifik. Sekalipun demikian, pendekatan ilmu linguistik masih belum mampu menjawab misteri perpindahan dari Cina menuju Kepulauan Formosa.

Pendekatan Teori Genetika
Teori dengan pendekatan ‘Out of Taiwan’ nampaknya semakin kuat setelah disertai bukti-bukti berupa kecocokan genetika. Riset genetika yang dilakukan pada ribuan kromosom tidak menemukan kecocokan pola genetika dengan wilayah di Cina. Temuan ini tentunya cukup mengejutkan karena dianggap memutuskan dugaan gelombang migrasi yang berasal dari Cina, termasuk di antaranya pendekatan ‘Out of Yunan’. Sebaliknya, kecocokan pola genetika justru semakin memperkuat pendekatan ‘Out of Taiwan’ yang sebelumnya juga dijadikan dasar pemikiran arkeologi dengan pendekatan ilmu linguistik.

Dengan menggunakan pendekatan ilmu linguistik dan riset genetika, maka asal-usul Bangsa Indonesia bisa dipastikan bukan berasal dari Yunan, akan tetapi berasal dari bangsa Austronesia yang mendiami Kepulauan Formosa (Taiwan). Direktur Institut Biologi Molekuler, Prof. Dr Sangkot Marzuki menyarankan untuk dilakukan perombakan pandangan yang tentang asal-usul Bangsa Indonesia. Dari pendekatan genetika menghasilkan beragam pandangan tentang pola penyebaran bangsa Austronesia. Hingga saat ini masih dilakukan berbagai kajian mendalam untuk memperkuat pendugaan melalui pendekatan linguistik tentang pendekatan ‘Out of Taiwan’.

Jalur Migrasi
Jalur migrasi berdasarkan pendekatan ‘Out of Taiwan’ bertentangan dengan pendekatan ‘Out of Yunan’. Pendekatan ‘Out of Yunan’ menerangkan migrasi Austronesia bermula dari Utara menuju semenanjung Melayu yang selanjutnya menyebar ke wilayah Timur Indonesia. Pendekatan ‘Out of Yunan’ dapat dilemahkan setelah ditelusuri berdasarkan pendekatan linguistik dan diperkuat pula oleh pembuktian genetika.

Berdasarkan pendekatan ‘Out of Taiwan’, migrasi leluhur dari Taiwan (Formosa) tiba terlebih dulu di Filipina bagian Utara sekitar 4500 hingga 3000 SM. Diduga migrasi dilakukan untuk memisahkan diri mencari wilayah baru di Selatan. Akibat dari migrasi ini kemudian membentuk budaya baru, termasuk diantaranya pembentukan cabang bahasa yang disebut Proto-Malayo-Polinesia (PMP). Teori migrasi awal bangsa Austronesia dari Formosa disampaikan oleh Daud A. Tanudirjo berdasarkan pandangan pakar linguistik Robert Blust yang menerangkan pola penyebaran bangsa-bangsa Austronesia.

Pada tahap selanjutnya sekitar 3500 hingga 2000 SM terjadi migrasi dari Masyarakat yang semula mendiami Filipina dengan tujuan Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku Utara. Migrasi yang berakhir di Maluku Utara ini kemudian meneruskan migrasinya sekitar tahun 3000 hingga 2000 SM menuju ke Selatan dan Timur. Migrasi di bagian Selatan menuju gugus Nusa Tenggara, sedangkan di bagian Timur menuju pantai Papua bagian Barat. Dari Papua Barat ini kemudian mereka bermigrasi lagi dengan tujuan wilayah Oseania hingga mencapai Kepulauan Bismarck (Melanesia) sekitar 1500 SM.

Pada periode 3000 hingga 2000 SM, migrasi juga dilakukan ke bagian Barat yang dilakukan oleh mereka yang sebelumnya menghuni Kalimantan dan Sulawesi menuju Jawa dan Sumatera. Selanjutnya, hijrah pun diteruskan menuju semenanjung Melayu hingga ke seluruh wilayah di Asia Tenggara. Proses migrasi berulang-ulang dan menghabiskan masa ribuan tahun tidak hanya membentuk keanekaragaman budaya baru, akan tetapi juga pola penuturan (bahasa) baru.

Penutup
Teori asal-usul Bangsa Indonesia dengan pendekatan ‘Out of Taiwan’ saat ini adalah teori paling mendukung karena disertai bukti linguistik dan genetika. Kesamaan pola budaya Megalitikum hanya bisa menjelaskan pola variasi budaya, akan tetapi belum mampu untuk menjelaskan arus migrasi pertama kali. Pendekatan ‘Out of Taiwan’ pun bukannya tanpa celah. Seperti yang dikemukakan oleh Prof. Dr Sangkot Marzuki, teori mengenai keberadaan bangsa Austronesia berdasarkan pendekatan genetika juga masih beragam dan belum menemukan titik temu.

Jika ditanya motif suku-suku bangsa ketika itu untuk menggabungkan diri ke dalam NKRI bukanlah semata didasarkan atas kesamaan nasib. Kesamaan asal usul leluhur sangat dimungkinkan bagi melatarbelakangi keinginan untuk menyatukan kembali menjadi suatu bangsa. Kedatangan kolonial Eropa yang meng-kapling wilayah menyebabkan suku-suku bangsa di wilayah penyebaran Austronesia menjadi terpisah secara politik satu dengan yang lain. Tidak mengherankan apabila catatan sejarah Majapahit dan Sriwijaya wilayah meng-klaim Nusantara sebagai wilayah kekuasaan Austronesia.

Kisah tentang sejarah asal-usul Bangsa Indonesia sesungguhnya masih belum terungkap penuh. Temuan terbaru dari Prof. Dr Sangkot Marzuki bahkan menyatakan jika penyebaran bangsa dengan bahasa Austronesia berawal dari wilayah Sunda (Jawa Barat). Perlu kiranya pemikiran atau teori baru tentang asal-usul Bangsa Indonesia dikaji ulang. Untuk awal, setidaknya dengan membebaskan terlebih dahulu paham ‘Out of Yunan’.

Sekalipun belum ditemukan bukti-bukti genetika secara meyakinkan, suku bangsa Austronesia yang menempati gugus kepulauan Formosa (Taiwan) diduga kuat bermigrasi dari wilayah Utara (Cina). Rumpun bahasa Austronesia dan keluarga bahasa lainnya di Asia Tenggara merupakan filum Bahasa Austrik. Dilihat dari kekerabatan linguistik (hipotesis filum Austrik), semua bahasa di wilayah Tiongkok bagian Selatan memiliki kedekatan (kekerabatan) dengan rumpun Bahasa Austrik. Jika hendak ditarik benang merahnya, maka diskriminasi rasial tidak perlu terjadi di negeri ini. Dengan memahami sejarah masa lalu dirinya sendiri, setidaknya bangsa ini akan lebih bijaksana dalam memberikan sikap.


Berbagai tradisi Betawi mendapat pengaruh yang cukup kuat dari daerah-daerah Jawa Barat. Hal ini mudah diiahami sebab wilayah budaya Betawi secara geografis termasuk ke dalam daerah Jawa Barat. Di samping kebudayaan Betawi juga banyak mendapat pengaruh kebudayaan Melayu yang sangat jelas pada lagu dan irama yang mengiringi tari-tarian tertentu, seperti Samrah, Tari zafin yang kini berkembang di Jakarta sangat mungkin merupakan pengaruh kebudayaan Melayu. Terutama setelah pengaruh Islam masuk ke Indonesia.

Diperoleh keterangan bahwa perkataan Tari dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab "Tar ", asalnya nama sebuah alat musik Timur Tengah. Buku tentang tarian Islam yang pertama, adalah "Kitab al-raqsh wa’l-zafn". Kitab tarian dan gerak kaki. Pengaruh kitab ini masih dapat kita lihat dalam kesenian tari Indonesia di Riau. Tari Zafin (al-zafn), sekarang masih hiudp subur di Riau. Berkembang di mana-mana semenjak dari istana sampai ke kedai-kedai kopi. Serampang Dua Belas adalah "dansa" populer peninggalan kerajaan Islam Riau. Syair dalam musiknya (Oemar Amin Hoesin, hal. 466-467).

Menurut keterangan Abdurrahman Al Habsyi, tari zafin telah ada sejak lebih dari seabad yang lalu. Dibudayakan di kalangan ulama keturunan Arab. Menurutnya terdapat dua jenis tari zafin. Pertama Tari Zafin Umum; kedua tari Zafin Betawi. Bahwa Tari Zafin Umum, adalah tari zafin yang berkembang kalangan ulama (keturunan) Arab, sedangkan Tari Zafin Betawi adalah tari Zafin yang berkembang di masyarakat Betawi yang bukan kalangan ulama.

Pengelompokkan tari zafin seperti yang disampaikan oleh Abdurrahman AlHabsyi tersebut di atas, dimaksudkan untuk mempertegas perbedaan penampilannya. Tari Zafin Umum penampilannya lebih Arabis, artinya tidak saja karena lagu-lagunya yang berbahasa Arab, akan tetapi gerakan tarinya juga kelihatan lebih murni. Berbeda dengan Tari Zafin Betawi yang berkembang dewasa ini. Selain lagu-lagunya yang sudah tidak lagi mengusahakan lagu-lagu Arab juga gerakan-gerakan tarinya sudah mendapat banyak pengaruh tari tarian Melayu. Gerakan tangan hampir sama "lebatnya" dengan gerakan kaki. Pada Tari Zafin umumnya hal ini tak tampak. Fungsinya juga sudah beralih, tari Zafin Betawi lebih menunjukan sebagai tari pertunjukan dibanding sebagai tari pergaulan. Tari Zafin Betawi juga sering memperlihatkan pola tari berpasangan, pria dan wanita, walaupun penari prianya merupakan ”travesti".

Selanjutnya dikatakan oleh Abdurrahman AlHabsyi, bahwa Tari Zafin Betawi lahir sebagai peniruan atas Tari Zafin yang biasa ditarikan oleh kalangan Ulama Arab (keturunan). Oleh sebab itu pula sebagaian masyarakat Betawi menyebutnya dengan istilah "Tari Arab Dingkring".

Menurut perkiraan yang masih memerlukan penelitian tari zafin mungkin berasal dari tarian kelompok ahli sufi, seperti Jalaludin Rumi, sebagai pelengkap upacara ritualnya. Tariannya dianggap sebagai olah gerak yang membebaskan jiwa dari ikatan duniawi. Dengan menarik nafas dalam-dalam jemaahnya berulang-ulang menggumamkan: Allah Allah - Allah. Lalu tar (genderang) pun dipukul, mula-mula pelahan, berangsur makin nyaring. Seorang darwisy bertopi kerucut clan berjubah mulai menari, berputar-putar ke kiri dengan kedua belah tangannya terentang lebar-lebar, telapak tangan kanan menghadap ke atas. Seclang telapak tangan kirinya menghadap ke bawah. Seluruh majlis mengumandangkan syahadat. Pertama-tama pelahan, makin lama makin cepat, nyaring dan merdu. Kemudian masuk pula jemaah lainnya, mengitari sang sufi yang sedang menari berputar-putar, dalam arah yang berlawanan.

Perkiraan bahwa tari zafin berasal, dari kebiasaan kelompok ahli sufi demikian itu, berdasarkan keterangan Abdurahman Alhabsyi yang antara lain menyatakan, bahwa sudlah jadi kebiasaan beberapa ulama kalau berkumpul pada waktu-waktu tertentu di majlis taklim Sayid Ali Alhabsyi di Kwitang, menari zafin bersama diiringi orkes gambus.


Sumber seni : TARI ZAFIN, Dinas Kebudayaan DKI Jakarta